Thursday, December 31, 2015

365/365

This is my 2015's year end note. Actually, I haven't prepared anything yet about what to write this year. For the first time since I have this blog, I don't feel the urge to write about some kind of year end reflection, like I used to do every year. But well, what's the harm in writing one? I mean, who knows maybe I could learned something after write this one. And sorry if I'm not as prepared as the previous years. So here we go.


Pelajaran utama yang gue dapat tahun ini adalah belajar untuk ikhlas. Ikhlas mengerjakan sesuatu, ikhlas menerima kenyataan sepahit apapun. Dan percayalah, itu nggak gampang. And I learned it the hard way. Not that now I'm an expert in this ikhlas-thingy, but I did learn something this year about being ikhlas. Ikhlas adalah saat lo mengerjakan sesuatu buat orang lain, tanpa mengharapkan balasan darinya. Dan seringkali, tanpa kita sadari, pasti di diri kita ada sebagian kecil yang mengharapkan adanya balasan. Mungkin lo nggak ngerasain langsung pas lo lagi ngerjain hal itu, tapi pasti lo pernah ngerasa kecewa saat orang itu nggak mau ngelakuin hal yang sama seperti yang udah lo lakuin buat dia. Dan setelah mengarungi kehidupan penuh drama di tahun ini, gue sadar kalo ternyata gue kurang ikhlas waktu ngelakuin itu buat orang lain. Ternyata, tanpa gue sadari, gue berharap adanya balasan dari dia. But then I realize, nilai yang selama ini selalu ditekankan oleh orangtua gue dalam membantu orang, it's so damn true. They said that kalau mau nolong atau melakukan sesuatu buat orang lain, jangan pernah terpaksa dan jangan pernah berharap imbalan, kecuali ridho Allah. Well, why is that true? Karena saat lo melakukan sesuatu buat berharap dari Allah, nanti yang bales Allah. Dan Allah always knows the best. Jadi sekarang mindset-nya adalah, kalau orang yang udah lo kasih nggak membalas seperti yang lo harapkan, percayalah kalau nanti Allah kasih yang lebih baik. Whoa believe me, gue sendiri juga kaget gue bisa nulis kaya gini.

This actually kinda like post-kejar-setoran because this is the end of the year, and I'm nowhere near excited. So I don't even know what else to write. Let me think.

Another lesson learned from this year is... appreciate what you have. Specifically, appreciate the little things. Seize the moment. Yes I know that di atas langit masih ada langit. Tapi kalau ngeliat ke atas terus, kapan bersyukurnya? Gue pernah ada di titik gue nggak bersyukur banget sama apa yang gue punya. And it made me a very different person. Titha yang banyak diam, Titha yang sering menyendiri, Titha yang suka menghilang. Gee, sama sekali bukan gue. Cuma karena gue kehilangan satu hal, gue ngerasa jadi orang paling nelangsa di galaksi bima sakti. Iya emang hiperbola, tapi waktu itu gue ngerasa kaya gitu. Gue merasa sendirian banget, padahal sebenernya semua orang udah ngulurin tangan mereka buat bantu gue. Gue terlalu fokus sama hal negatif, sampai lupa sama hal-hal positif di sekitar gue. Dan kadang, hal positif itu berupa hal-hal kecil, gestur orang-orang di sekitar lo, tawa, obrolan, dan berbagai gestur kecil lainnya. Gue pernah di titik nggak pernah puas ama apa yang udah dikasih ama orang-orang di sekitar gue, makanya gue menjauh. Padahal sebenarnya, mereka mau bantu tapi nggak tau apa yang harus mereka lakukan karena gue udah nutup diri duluan. So if you're feeling depressed, never ever keep it inside. Cari orang buat cerita, if they're care enough, they'll always be there. And I thank God that I found those people. It's not easy, but one day you'll realize that you must be have one or two person that you could trust. Jadi, coba inget-inget lagi siapa yang selalu ada selama ini. Nggak harus teman, keluarga pun juga bisa.

Belajar apa lagi ya tahun ini? Belajar untuk sabar. Sabar itu kaya lingkaran, nggak ada ujungnya. Tapi bukan sabar yang sampai rela ditindas ama orang ya. Sabar itu... gimana ya jelasinnya disini. Gue belajar kalo lo harus tau kapan harus stand up for yourself, kapan lo harus endure gejolak yang ada di hati lo. Belajar untuk kuat. Belajar untuk nggak mengukur segalanya dengan harta. Belajar untuk tahu kapan harus jujur dan kapan harus tutup mulut. Belajar untuk bilang tidak. Belajar untuk tahu kapan harus berhenti, termasuk berhenti melukai diri sendiri. Belajar untuk keluar dari zona nyaman. Belajar untuk mencoba hal baru.

2015 hit me pretty hard. I lost my grandma, I broke up with my boyfriend, I thought I met someone, but turns out it didn't work well, I got hurt by the one I loved the most. Tapi kata orang, hidup ibarat main game. Kalau mau naik level, pasti ketemu yang berat dulu. Anggap saja segala hal yang berat ini buat naik level ke depannya. Biar bisa lebih dewasa. Biar bisa lebih kuat. Biar bisa lebih awesome dari sebelum-sebelumnya.

My wish lists for 2016 are pretty simple. Semoga lulus, segera mendapat gelar Sarjana Teknik di belakang nama saya. Semoga bisa menjadi semakin baik dibandingkan yang sebelum-sebelumnya. Dan daripada bikin wish lists panjang lebar, mending mulai mencoba benahi diri sendiri aja :-) Let's see 366 days later, how would our life be. So, 2016, I am ready.

No comments:

Post a Comment